SUARASULAWESI.Com, SELAYAR — Pendemi covid-19 yang terjadi sejak tahun 2019 hingga tahun 2022 ini disebut-sebut menjadi salah satu penyebab terjadinya peningkatan angka kemiskinan. Sebagai langkah dan upaya mengatasi kesusahan warga ditengah pandemi, Pemerintah kemudian menggelontorkan beberapa jenis bantuan kepada warganya, diantaranya Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa, yang sumber dananya diambil dari dana desa.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar mengatakan, bahwa pada tahun 2022 penggunaan Dana Desa diatur sebesar 40 persen Dana Desa untuk program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa. Hal itu bertujuan untuk mempercepat penanganan kemiskinan dan penuntasan kemiskinan ekstrem di desa.
"Seluruh Kades dan aparat desa harus mendukung. Ini bentuk totalitas pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan ekstrem di desa,” katanya dengan tegas. Seperti dikutip dari Kemendesa.co.id.
Lebih lanjut dijelaskan Berdasarkan Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 104 tahun 2021 tentang Rincian APBN tahun anggaran 2022, sebesar 40 persen dana desa tahun 2022 diperuntukkan untuk BLT, 20 persen dana desa untuk program ketahanan pangan dan hewani, 8 persen untuk dukungan pendanaan penanganan covid-19, dan sisanya untuk program sektor prioritas lainnya.
Dengan kriteria calon penerima Bantuan Langsung Tunai Dana Desa Tahun 2022, sebagai berikut :
1. Miskin/miskin ekstrim,
2. Kehilangan mata pencaharian,
3. Anggota keluarga yang punya penyakit kronis/menahun,
4. Penerima JPS APBN/APBD yang sudah dihentikan,
5. Terdampak covid-19,
6. Rumah tangga tunggal/lanjut usia.
Termasuk di Kepulauan Selayar, warga desanya juga ikut menikmati BLT sejak tahun 2020. Sayangnya karena merebak informasi, kalau dalam penyalurannya sedikit mendapat sorotan. Seperti yang terjadi diwilayah Kepulauan.
Anto salah seorang aktivis pemerhati pembangunan wilayah Kepulauan, menyuarakan masih adanya desa-desa di pulau, khusus pulau-pulau di kawasan Taka Bonerate belum sepenuhnya menerapkan dan memahami Perpres Nomor 104 Tahun 2022, yang mengatur tentang kriteria calon penerima BLT-DD. Malah terkesan mengabaikan kriteria yang telah diperintahkan langsung oleh Presiden dalam penyaluran BLT kepada masyarakat desa.
"Ada banyak nama-nama penerima BLT-DD di desa-desa dalam kawasan Takabonerate diduga belum melalui mekanisme penjaringan calon penerima, sesuai dengan kriteria yang diatur. Akibatnya ada calon penerima BLT-DD belum sesuai dengan keadaan riil di lapangan," jelas Anto.
Lanjut Anto, contohnya di desa Rajuni, ada calon penerima BLT-DD yang terdaftar sebagai penerima tanpa melalui proses penjaringan.
"Yang paling parah lagi karena tiba-tiba ada aturan baru yang muncul, yakni warga yang menerima BLT harus tercatat pernah di vaksin covid-19, tanpa vaksin covid -19 tidak akan menerima BLT, walau warga tersebut telah memenuhi kriteria, dan ini berlaku bukan di Rajuni saja, tapi kami dengar diberlakukan di semua desa," jelas Anto.
Anto berharap agar pemerintah meninjau ulang sistem penetapan calon penerima dan nama-nama penerima BLT-DD yang sudah ada. Sehingga setiap penerima BLT-DDnya betul-betul orang yang tepat dan berhak, karena adil itu bukan berarti sama rata. (Tim).