SUARASULAWESI.COM | SELAYAR – Menghadapi Pemilihan umum (Pemilu) serentak pada tahun 2024 mendatang, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kepulauan Selayar menggelar dialog publik dengan tema "Tantangan Pengawasan Pemilu di Daerah Kepulauan" bertempat di Warkop Tanadoang, Jl. S. Parman, Kelurahan Benteng Selatan, Kecamatan Benteng, Kabupaten Kepulauan Selayar, pada Rabu, (3/8/2022).
Hadir dalam dialog publik tersebut anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan Koordinator Divisi Humas dan Hubungan Antar Lembaga Drs. Saiful Jihad, M.Ag., dan perwakilan Kesatuan Bangsa dan Politik Hj Andi Daeng, Komisioner Bawaslu Kepulauan Selayar, serta sejumlah perwakilan Organisasi Masyarakat dan Organisasi Kepemudaan.
Dalam kesempatan tersebut Saiful Jihad mengatakan, bahwa diskusi ini mencoba membuka ruang kepada masyarakat, karena mungkin saja saat ini apa yang dilakukan Bawaslu masih ada yang belum maksimal, terutama dalam mengawal proses Pemilu. Masukan-masukan dari sahabat-sahabat itu penting bagi Bawaslu dalam mengatur strategi kedepan agar proses pengawalan Pemilu 2024 lebih maksimal.
"Pilpres dan pileg akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari dan Inshaallah pada 27 November 2024 akan dirangkaikan pemilihan Bupati dan pemilihan Gubernur sekaligus. Dua rangkaian ini akan dilaksanakan di tahun yang sama meski bulannya beda, tapi dengan regulasi yang berbeda dan ini juga menjadi titik perhatian kita. Karena kita sadar bahwa didalam regulasi yang ada baik dalam UU nomor 7 yang digunakan dalam Pemilu maupun UU nomor 10 tahun 2016 yang disering digunakan Pemilihan ataupun Pilkada, beberapa norma yang tidak pas bukan bertentangan tapi tidak pas. Misalnya ada beberapa norma yang membutuhkan perbaikan untuk disatukan saja normanya," ujar Saiful Jihad.
Lanjut, Saiful Jihad bahwa harapannya ada perbaikan untuk disatukan saja normanya. Tapi sampai sekarang anggota DPR RI di Senayan sana belum mengesahkan atau masih menunda penyatuan antara UU Pemilu dan UU Pilkada. Alasan kenapa didorong untuk diperbaiki karena beberapa norma sedikit tidak pas, misalnya norma tentang politik uang atau memberi dan menjanjikan uang atau materi lainnya di UU nomor 7 itu beda frase yang digunakan di UU nomor 10 misalnya. Sehingga ini menjadi ruang-ruang yang kami sering sampaikan kepada teman-teman bahwa ruang ini bisa menjadi titik celah dimana teman-teman Bawaslu bisa kemudian dianggap oleh publik tidak netral atau tidak adil.
"Bisa saja ada kasus yang ditangani Bawaslu dengan menggunakan UU nomor 7 pada hari ini yang kemudian pelakunya itu tidak bisa dijerat dan besoknya ada orang lain yang melakukan tindakan yang sama tetapi, berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan atau Pilkada maka ia kemudian ditahan dan diproses. Maka publik bisa mengatakan kenapa yang kemarin dibebaskan dan hari ini tidak dibebaskan misalnya. Padahal tindakan dan perilakunya sama, itu karena normanya yang berbeda. Ini yang kemudian sehingga kami di Bawaslu lebih berjuang bagaimana melakukan pencegahan semaksimal mungkin, karena dengan cara mencegah inilah peluang-peluang untuk melakukan tindakan yang dianggap melanggar norma itu bisa diminimalisasi," ungkap Saiful Jihad.
Koordinator Divisi Humas dan Hubal ini juga menambahkan kita sadar bahwa orang yang melanggar juga bukan semua karena mau melanggar, bisa jadi orang yang melanggar itu karena ketidaktahuan norma. Maka kemudian menjadi penting untuk kita bagaimana mensosialisasikan Informasi-informasi yang berkaitan dengan regulasi ataupun aturan Kepemiluan maupun pemilihan atau Pilkada kepada publik, agar kemudian publik tahu dan karena ketahuan dia mudah-mudahan bisa meminimalisasi tindak pelanggaran itu sendiri.
Sedangkan, perwakilan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kepulauan Selayar, Hj. Andi Daeng mewakili Pemerintah Kabupaten (Pemkab) mengatakan sangat mendukung dan mengapresiasi langkah-langkah Bawaslu dalam hal proses pengawasan Pemilu untuk menciptakan iklim demokrasi yang baik, terciptanya suasana Pemilu yang damai dan ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat selama Pemilu berlangsung. (Tim).