NUSANTARANEWS | SUKABUMI – Kasus dugaan perundungan (bullying) kembali mencuat di dunia pendidikan, kali ini terjadi di SMPN 1 Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Kasus ini menimpa seorang mantan siswi berinisial ‘S’ yang kini mengalami trauma mendalam. Kejadian ini menjadi perhatian publik karena siswa seharusnya dapat belajar dalam lingkungan yang aman dan nyaman.
Arman Panji, S.H., kuasa hukum korban, mengungkapkan bahwa kasus ini telah dilaporkan ke Polres Sukabumi. Berdasarkan hasil pemeriksaan psikolog, korban mengalami trauma berat, sehingga tidak lagi bersekolah dan kerap mengalami histeria tanpa sebab yang jelas. “Kami menyerahkan proses hukum ini kepada pihak berwenang. Anak klien kami kini masih dalam kondisi trauma yang sangat mendalam,” ujar Arman.
Ketika media mendatangi pihak sekolah untuk meminta keterangan lebih lanjut, kepala sekolah SMPN 1 Cicantayan tidak berada di tempat, sementara guru-guru sedang sibuk membagikan rapor siswa.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi, Eka Nandang, saat dimintai tanggapan oleh awak media, menyatakan bahwa kasus ini sudah diserahkan ke pihak kepolisian. “Kami mendukung proses hukum yang berjalan, dan kami akan menunggu hasil dari aparat penegak hukum terkait kasus ini,” ungkap Eka.
Pihak sekolah melalui kepala sekolah, yang dihubungi via WhatsApp, menyatakan bahwa mereka telah menindaklanjuti laporan dugaan perundungan tersebut. "Kami sudah melakukan proses klarifikasi dan pemeriksaan. Berdasarkan hasil analisis, tidak ditemukan bukti adanya perundungan di lingkungan sekolah kami, apalagi yang mengarah pada kekerasan fisik," tulis kepala sekolah dalam pernyataannya.
Ia juga menambahkan bahwa sekolah telah melakukan berbagai langkah pencegahan untuk menghindari terjadinya kekerasan di satuan pendidikan. "Kami sudah menjalankan kebijakan sesuai Permendikbud No. 46 Tahun 2023 tentang pencegahan kekerasan di sekolah, termasuk melalui sosialisasi, kegiatan MPLS, hingga penguatan Tata Tertib Sekolah dan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Kami juga telah bekerja sama dengan P2TP2A untuk memberikan edukasi lebih lanjut," jelasnya.
Kasus ini menyoroti pentingnya upaya serius dari semua pihak, baik sekolah, pemerintah, maupun masyarakat, untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas dari segala bentuk perundungan. Proses hukum diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan menjadi pelajaran agar kasus serupa tidak terulang kembali.
(Ismet)