NUSANTARANEWS | GORONTALO – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Gorontalo menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek peningkatan Jalan Nani Wartabone dan pekerjaan konsultan pengawasan pemeliharaan jalan tersebut pada Dinas PUPR Kota Gorontalo tahun anggaran 2021. Proyek ini bersumber dari dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan menyebabkan kerugian negara hingga mencapai Rp5,97 miliar.
Peningkatan jalan tersebut dilaksanakan oleh PT Mahardika Permata Mandiri dengan nilai kontrak Rp23,97 miliar, sementara pengawasan dilakukan oleh PT Fendel Structure Engineering dengan nilai kontrak Rp761 juta. Namun, proyek dihentikan setelah progres hanya mencapai 43,5 persen.
Dua tersangka yang telah ditetapkan yaitu Irfan Ahmad Asui (IAA) selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Denny Juaeni (DJ) selaku kuasa direktur PT Mahardika Permata Mandiri.
IAA diduga secara aktif terlibat dalam pengalihan proyek, memberi uang sebesar Rp30 juta kepada KPA Antum Abdullah dari fee perusahaan, serta mengurus dokumen kuasa direktur dan dukungan peralatan. Ia juga bersama pihak lain memberikan fee take over sebesar Rp422 juta, menandatangani laporan progres fiktif, dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang tidak sesuai volume dan mutu.
Sementara itu, DJ diketahui mengambil alih pekerjaan dengan perjanjian fee sebesar 17% dan menyerahkan uang pengalihan senilai Rp2,17 miliar kepada pihak lain. Ia juga menggunakan tenaga kerja yang tidak sesuai kualifikasi, menyampaikan progres palsu sebesar 88,2% kepada perusahaan asuransi, serta meminta pembayaran material yang tidak ada di lokasi proyek. DJ juga diduga menerima dana sebesar Rp358 juta yang tidak digunakan sesuai peruntukan.
IAA ditetapkan sebagai tersangka pada 11 Maret 2025 dan ditahan sejak 17 Maret 2025 di Rutan Polda Gorontalo. Sementara DJ ditetapkan sebagai tersangka pada 21 Februari 2025, namun mangkir dari dua kali panggilan pemeriksaan hingga akhirnya dijemput paksa di Bogor pada 25 Maret 2025 dan ditahan mulai 26 Maret 2025.
Berdasarkan hasil audit investigatif BPK RI, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp5.974.395.800,75. Penyidik turut menyita berbagai dokumen, termasuk kontrak, laporan progres, rekening koran, invoice pengawasan, dan catatan fee yang ditulis oleh KPA.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda hingga Rp1 miliar.
(Ismet)